top of page

Mengenal Teknik Negosiasi dan Lobi dalam Hubungan Internasional

  • Writer: diniseptiantinurkh
    diniseptiantinurkh
  • Apr 25, 2022
  • 4 min read


Ilmu negosiasi didukung oleh tiga bidang ilmu lainnya yaitu ilmu hukum untuk mempelajari masalah legalitas di dalam proses negosiasi, ilmu psikologi untuk mempelajari pendekatan antar aktor atau delegasi dalam negosiasi, serta ilmu ekonomi untuk mempelajari keuntungan dan kerugian dari hasil maupun tujuan negosiasi. Ilmu hukum menjadi aspek yang penting di dalam proses pra-nego sebagai pondasi teknis atas negosiasi inti dan luarannya nanti.


Di tahap inti negosiasi, ketiga ilmu tersebut memiliki peran di dalam tahap ini khususnya ilmu hukum karena sebagai pondasi kuat di dalam negosiasi. Aspek ekonomi dibutuhkan untuk memperlihatkan bagaimana masing-masing aktor mencari win-lose solution. Selanjutnya aspek psikologi akan berperan saat diplomat dan delegasi melakukan pendekatan ke pihak lawan.


Aspek psikologis ini sering menjadi prioritas bagi diplomat senior karena aspek ini seringkali tidak terparameterkan dalam Code of Conduct (CoC) kecuali hal-hal teknis. Pemilihan bahasa dan intonasi bicara juga bisa menjadi salah satu aspek psikologis diplomat. Diplomat selalu memilih diksi dan intonasi yang baik meskipun kadang bersifat negatif. Hal ini tidak akan melanggar Code of Conduct (CoC) apabila tidak menggunakan kata-kata yang kasar. Aspek psikologis ini juga dapat dibentuk saat masing-masing pihak penyusun position paper atau position statement.


Position paper merupakan tulisan yang memberitahukan kepada pihak lawan atau publik mengenai bagaimana sikap atau posisi delegasi di dalam suatu isu atau permasalahan. Position paper dapat digunakan sebagai alat persuasi kepada pihak lawan atau publik agar dapat memahami dan menyetujui apa yang delegasi mau. Disinilah aspek psikologis memiliki peran yang penting untuk menggiring opini pihak lawan dan publik. Position paper ini juga dapat disampaikan dalam pembukaan tahap ini negosiasi, saat press conference, official statement, maupun pidato.


Ada dua konsep dasar yang harus dipahami dalam teori negosiasi yaitu konsep “Bargaining Range” serta “Zone Possible Agreement”. Poin penting dari kedua konsep tersebut adalah penetapan atau penentuan parameter-parameter di titik profit atau di titik loss nya. Parameter-parameter tersebut harus ditentukan di awal oleh masing-masing aktor yaitu perwakilan pihak delegasi atau diplomat di dalam position paper.


Hal-hal yang ditentukan di dalam parameter-parameter tersebut seperti mengenai posisi dalam negosiasi, batasan dalam bernegosiasi, penyelesaian masalah dalam kondisi konflik. Selain itu, pihak-pihak yang bersangkutan juga harus memperhitungkan dan menilai kekuatan sendiri dan kekuatan lawan yang ditentukan di dalam position paper. Di dalam masalah kepemilikan kekuatan, biasanya ada kecenderungan bargaining atau mengikuti pemilik kekuatan yang lebih besar.


Position paper dibuat oleh delegasi negosiasi dan disampaikan atau dinyatakan oleh duta besar atau kepala delegasi. Position paper ataupun position statement tidak hanya disampaikan di awal tahap nego tetapi juga di akhir tahap nego. Di akhir tahap nego, biasanya position paper dibutuhkan untuk mendasari adanya legalitas atau peraturan yang mengikat di antara pihak-pihak yang terlibat. Position paper di tahap akhir ini dapat berupa MoU, Lol, traktat, resolusi, serta protocol. Di dalam tahap pra-negosiasi, disusun Code of Conduct (CoC) untuk mengatur bagaimana pelaksanaan pendekatan antar delegasi juga mengatur apakah ada pasal-pasal yang memberikan sanksi apabila dilanggar.

Di dalam Hubungan internasional, teknik negosiasi dapat dibagi menjadi tiga:

  1. Kooperatif

Di dalam teknik ini, masing-masing pihak harus siap menghadapi policy adjustment yang bertujuan agar masing-masing pihak dapat bekerjasama. Di dalam nego jenis ini, tahap pra-nego dapat dimunculkan saat belum dan sudah ada konflik kepentingan antar aktor. Sebelum ada konflik, tahap pra-nego dapat dimunculkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan menginisiasi untuk menjalin kemitraan bilateral baik dalam satu bidang maupun dalam multi bidang. Di dalam tahap pra-nego, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan usulan bidang kerjasama, menawarkan sumber daya, serta mengajukan sumber daya tertentu terhadap pihak lawan. Tahap pra-nego juga mengusulkan level negosiasi baik itu hanya level dirjen, menteri, maupun kepala Negara. Hal ini dilakukan untuk menentukan durasi dari proses negosiasi. Dalam hal ini, semakin tinggi level negosiasi maka semakin lama proses negosiasinya.


Apabila langkah-langkah tersebut sudah terpenuhi, maka proses selanjutnya adalah membahas mengenai substansi negosiasinya. Dalam hal ini, masing-masing pihak menentukan detail dari proses negosiasi yang akan dilakukan. Apabila negosiasi yang disepakati adalah negosiasi yang berkelanjutan maka ada kemungkinan adanya negosiasi lanjutan di tahun depan atau waktu mendatang. Selain itu, di proses negosiasi berkelanjutan, hasil yang disepakati dapat terus diperbaiki atau direvisi sesuai kesepakatan masing-masing pihak. Tahap pra-nego juga menentukan jalan yang ditempuh masing-masing pihak apabila terjadi konflik di masa mendatang.


2. Kompetitif

Di dalam negosiasi jenis ini, masih-masing pihak harus sudah memiliki position paper ataupun position statement untuk melihat arah yang akan ditempuh dalam proses negosiasi. Hal yang membedakan negosiasi jenis ini dengan yang lain terletak pada kepentingan masing-masing pihak yang terlibat. Di dalam negosiasi jenis ini, masing-masing pihak dapat berkompetisi agar kepentingannya dapat diterima oleh semua pihak. Selanjutnya tahap negosiasi inti dibagi menjadi beberapa sesi yaitu, sesi konfrontasi atau perdebatan, sesi memberikan saran atau solusi, sesi memberi dan menerima saran atau solusi yang sudah diberikan di dalam sesi sebelumnya.


Negosiasi kompetitif ini biasanya terjadi di dalam situasi sengketa maupun konflik bersenjata. Apabila kesepakatan belum bisa dicapai, masing-masing pihak dapat menentukan langkah yang harus ditempuh selanjutnya baik itu melalui voting, musyawarah, menjadikan status quo, menunda perundingan, mendatangkan mediator, maupun mengalihkan kasus kepada organisasi yang lebih tinggi lagi.

3. Solutif atau Analitis

Di dalam negosiasi jenis ini, masing-masing pihak harus sudah memiliki prinsip untuk menemukan solusi dari permasalahan yang ada. Di tahap pra-negosiasi, masing-masing pihak mengeluarkan position paper atau position statement yang berisi permasalahan dilihat dari sudut pandang masing-masing pihak. Hal ini ditujukan untuk melihat garis besar arah negosiasi yang akan dilakukan sehingga nantinya di tahap inti-nego masing-masing pihak dapat mengajukan opsi-opsi solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada.


Di dalam negosiasi bahkan proses diplomasi, penggunaan bahasa menjadi hal yang sangat vital. Kesepakatan untuk menggunakan salah satu bahasa resmi PBB dalam proses negosiasi menjadi salah satu persyaratan teknis yang akan mempengaruhi kelancaran proses negosiasi. Ada tiga bahasa yang memiliki keterkaitan yang erat dengan bahasa diplomasi yaitu bahasa Latin, Perancis, dan Inggris. Harold Nicholson mendefinisikan bahasa diplomasi dalam beberapa pengertian:

  1. Memberikan arti mengenai batasan yang digunakan oleh para diplomat di dalam pembicaraan atau melakukan korespondensi antar pihak.

  2. Istilah teknis yang di dalam sejarah diplomasi sudah menajadi perbendaharaan kata seperti Ab initio, de facto & de jure, détente, laisser passer, serta persona non-grata.

  3. Guarded under statement atau tanggapan terhadap masalah kecil yaitu bahasa untuk menyatakan dengan hati-hati hal-hal yang tajam tana memberikan kesan adanya hal-hal provokatif dan tidak sopan, misalnya:

  • “…that it can not remain indifferent to”, kemungkinan besar pernyataan ini dilontarkan pemerintah yang akan mengambil sikap yang keras di dalam isu tersebut.

  • “… it would be bound carefully to reconsider its position…”, kalimat ini bermakna akan adanya pergeseran hubungan antar Negara dari persahabatan menjadi permusuhan.

  • “… to claim a free hand”, kalimat ini menandakan adanya potensi perpecahan hubungan kedua Negara.

  • “… decline to accept responsibility…” ; “… must be responsible to bear all the consequences…”, kedua kalimat tersebut menunjukkan sikap siap berperang.

Commentaires


bottom of page